Sabtu, 17 Desember 2011

Mereka Bilang Afgan-ku



Kami bertiga turun dari lantai 3 ke lantai 1, betapa capeknya setiba di bawah. Ternyata hujan baru saja turun. Lantai 1 penuh dengan murid yang berteduh menunggu hujan reda. Hari mulai beranjak gelap, namun hujan tidak juga reda. Kami pun memutuskan untuk kembali naik ke lantai 2 untuk mendapatkan tempat duduk sambil menunggu hujan reda. Sambil duduk dan tak ada kerjaan, kebiasaanku pun muncul, memandangi setiap orang yang lalu lalang di depanku. Mencermati apa yang mereka kerjakan meski tak ada satu pun salah satu dari mereka yang kukenal. Salah satu dari mereka yang lalu lalang sibuk dengan kerjaannya adalah seorang murid laki-laki berkacamata. Entah sibuk dengan kerjaannya atau memang menyibukkan diri untuk mengisi waktu sambil menunggu hujan reda. “Ciee Ange ngliatin sapa tuh ??”,ejek teman disampingku,Dara. Teman-temanku biasa memanggilku Ange, semua keluaragaku juga memanggilku Ange meskipun sebenarnya namaku lebih indah dan bermakna daripada panggilannya, Anggrek Ivana. Dara, teman yang baru kukenal sekitar satu bulan yang lalu. Meski kami baru kenal, namun kami begitu akrab seperti sudah bersahabat sejak lama. Teman baruku kedua yaitu Venni, kami juga baru kenal sekitar satu minggu yang lalu. “Ada Afgan tuh..”,jawabku iseng. “Ciee Afgan..”,”Apa, itu lho pake kacamata kayak afgan”,aku menyela. “Dipandangi terus ni yee,”Dara menggodaku tak henti-henti. Akhirnya hujan sepertinya sudah reda, kami pun turun bergegas untuk pulang karena hari sudah mulai gelap.
***
Murid-murid berhamburan keluar kelas setelah pelajaran selesai, kami bertiga keluar dari kelas belakangan. Kakak kelas sudah banyak yang menunggu di luar untuk berganti masuk ke kelas yang kami tempati tadi, salah satunya ada murid laki-laki yang berkacamata namun aku tak mengenalnya. Aku tak tahu apa-apa bahkan tak memperhatikan kalau tadi ada murid yang berkacamata itu, tiba-tiba Dara dan Venni mulai  lagi menggodaku dan mengejek,”Ciee ketemu Afgan lagi, ouh senangnyaa”. Tak ada perasaan apa pun di benakku, ku anggap mereka hanya mengisi kejenuhan dengan membuat ejekan tadi menjadi lelucon. Namun tidak bisa dianggap lucu juga, bahkan aku bingung dengan ejekan mereka berdua tadi.
***
Dara dan Venni rutin mengejekku setiap hari selasa sehabis pelajaran di ruang kelas 2.2. Sudah menjadi kebiasaan mereka, sehingga membuatku juga terbiasa menerima ejekan yang tak jelas itu. Aku pun mulai memperhatikan murid yang berkacamata itu, memang adakah yang menarik darinya sehingga aku selalu diejek oleh Dara dan Venni setiap berpapasan dengannya? Namun lama-kelamaan karena sering diejek, aku mulai memperhatikan wajahnya setiap berpapasan dengan murid itu, aku teringat seperti pernah bertemu dengannya sebelumnya. Tak salah lagi, ternyata murid itu adalah kakak kelas yang menjadi anggota panitia kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa). Dia bertugas sebagai Kamtib, yang mengawasi kelengkapan atribut para murid baru dan memberi hukuman serta  peringatan bagi yang melanggar. Anggota Kamtib terkenal akan ketegasannya dalam mengingatkan dan menghukum yang akhirnya dianggap tempramental oleh para murid baru. Mereka pasti mendapat tanggapan negatif dan penilaian buruk dari para murid baru termasuk aku sendiri.
***
Tak tahu kapan awalnya, aku mulai memperhatikan dan merasa gugup setiap berpapasan dengan murid berkacamata itu. Pernah suatu ketika saat aku keluar dari kelas dan berpapasan di pintu dengan murid berkacamata itu tepat di depannya, sehingga aku harus melangkah kesamping untuk mendapatkan jalan. Sejak saat itu, perasaanku mulai aneh. Tahu namanya pun tidak, namun aku mulai tertarik untuk mencari tahu tentangnya. Dan setiap keluar dari ruang kelas 2.2 tanpa sengaja aku seakan-akan mencarinya dengan memperhatikan gerombolan kakak kelas yang berebut masuk ke ruangan, jika dia belum ada disana aku berjalan sambil merasa seakan-akan dia pasti berpapasan denganku saat aku menuruni tangga. Karena dia anggota kamtib yang terkenal dengan ke-seramannya, aku sama sekali tak pernah melihat senyum atau tawa yang keluar dari bibirnya. Dia terlihat pendiam dan tertutup, dan juga tak pernah aku melihatnya mengobrol dengan teman-temannya.
***
Ada tugas pelajaran Bahasa Inggris yang mengharuskan berkelompok minimal 6 orang, kami bertiga akhirnya mendapat kelompok. Antar Anggota kelompok kami belum saling mengenal, karena masih sama-sama murid baru. Leni, teman baru yang bergabung dengan kami bertiga. Akhirnya gerombolan kami bertambah menjadi 4 orang, jadi kemana-mana kami selalu jalan berempat.Tidak butuh waktu lama untuk kami saling mengenal satu sama lain, berjalan begitu cepat kami merasa menjadi keluarga.
 ***
Akhirnya pengumuman seleksi olimpiade tingkat sekolah sudah keluar, awalnya hanya iseng-iseng ikut seleksi itu tapi Alhamdulillah ternyata aku masuk juga. Dara, Venni, dan Leni pun tak mau ketinggalan, mereka juga lolos pada seleksi itu. Murid yang lolos seleksi akan dapat bimbingan dari kakak kelas, dan dibagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok dibina oleh 2 kakak kelas. 
Hari pertama bimbingan, kami ber-4 dapat bersama dalam satu kelompok. Aneh rasanya kami berempat selalu bisa bersama-sama tanpa sengaja. 
"Ntar pulangnya jam berapa ya?", tanya Leni.
"Belum juga mulai, dah tanya kapan pulangnya..", jawab Venni.
"Yee, kan cuma nanya", jawab Leni dengan muka kesel.
"Huus, rame sendiri.. tuh kakak pembimbing udah datang", saut Dara dengan suaranya yang keras.
Aku masih dengan kebiasaanku yang tak menghiraukan sekitar, dengan pensil di tanganku dan kugoreskan di kertas kosong milik Dara, menggambar dan terus menggambar. "Selamat siang semua", suara kakak pembimbing yang baru saja masuk ke kelas.
"Perkenalkan nama saya Aji", suara itu keras namun aku tetap tak menghiraukannya dan sibuk melanjutkan menggambar. 2 orang kakak pembimbing itu sibuk memperkenalkan diri mereka dan mengabsen murid yang hadir. "Anggrek Ivana?", aku tau suara panggilan itu dari kak Aji meskipun aku belum tau orangnya. "Ya, hadiir", jawabku santai sambil mengangkat kepalaku untuk melihat orang yang memanggilku tadi. Apa, sedikit terkejut dan tak percaya ternyata Aji adalah kamtib berkacamata itu.