Senin, 26 September 2011

karyaku




















CERITA


Awalnya jumpa
Hingga mengenal
Semakin dekat
Keakraban...

Awalnya pergi
Hingga terputus
Semakin jauh
Perpisahan...

Awalnya salah
Hingga parah
Semakin lama
Permusuhan...

Singkat seperti pesan
Panjang bagai roman
Perjalanan hidup...

The Last Moment (cincin bermata tiga)

Pagi itu, seperti biasa kelas penuh dengan obrolan yang kurang penting. Aku duduk dibangku persis depan bangku guru. Suara gemerincing dari gantungan tempat pensilku, itulah nyanyian dari cincin bermata tiga yang ku pasang di tempat pensil hitam monokuroboo.
Ia datang tepat di depan mejaku, dilepasnya cincin itu dan dipakai di jari kelingkingnya. Sering Ia lakukan itu, namun ini moment terakhir yang tidak mungkin Ia lakukan lagi sampai kapanpun. “Cincin ini untukku aja ya?”, ujar dia padaku. “Tuker ama punyaku deh!”, sambil melepas cincin besar polos jelek miliknya yang Ia dapatkan dari ayahnya. “Apa?”, gumamku. Jarum jam seperti berhenti berputar, bibir tak mampu menjawab sepatah kata pun. Ia... pergi begitu saja setelah mengembalikan cincinku ke tempat semula. Sempat ada sesal dalam hati saat aku tak bisa memberikan cincin  itu untuknya.
Keesokan harinya, sudah kususun strategi agar Ia mengulangi perkataanya kemarin. Benar dugaanku, saat aku duduk di bangku paling belakang sambil memainkan cincin itu Ia datang mendekatiku. Kupinjam cincinnya yang jelek itu lalu kupakai di ibu jariku namun tetap kebesaran. Tak apa lah, itu pun satu-satunya yang dapat kumiliki darinya. Dan cincin bermata tiga milikku dipakai di jari kelingkingnya yang besar itu. Aku berpura-pura saja tidak meminta dia untuk mengembalikan cincinku dan lupa tidak mengembalikan cincinnya. Tiga mata yang berkilau dicincin itu sangat terlihat jelas di jarinya. Sepertinya Ia senang memakainya, aku pun berharap demikian.
Apakah Ia masih menyimpan atau memakai benda tak penting itu di jarinya? Ia buang atau Ia kenang? Itu bukan yang ku inginkan, aku harap yang Ia simpan adalah kenangan dengan pemilik cincin bermata tiga itu di hari-harinya. Dan aku, cincin jelek itu masih bergantungan di tempat pensilku sampai sekarang. Masih tetap bergemerincing di manapun aku membawanya.
Cahaya terang saat dalam kegelapan, pohon rindang saat panas terik, mata air jernih saat kekeringan, selimut hangat saat kedinginan....


By: Ana Qoe “Saiga”
Hehe iseng teman ^-^